Sudah menjadi permakluman bersama bahwa padi yang sudah dipanen dan dikeringkan tidak serta merta langsung dimasak/ditanak dalam sebuah alat masak tanpa melewati suatu tahap pengelupasan kulit padi/gabah tersebut, baik secara tradisional seperti ditumbuk maupun secara mekanik menggunakan alat penggiling padi (selepan: bahasa jawa, red). Melalui Selepan ini biji-biji padi dikelupas kulit arinya sehingga menjadi beras putih yang indah. Namun pernahkah terbesit dalam benak kita: mengapa beras (padi yang sudah terkelupas kulit arinya) bentuknya berbeda-beda: Ada yang utuh, ada yang terbelah menjadi dua bagian; tiga bagian; entah berapa bagian lagi, bahkan ada yang menjadi kathul/dedhak (bubuk)?
Usut punya usut, gabah ataupun padi yang utuh ataupun menjadi beberapa bagian bahkan menjadi hancur bukanlah karena faktor alat penggilingan (Selepan)-nya. Lantas faktor apa penyebabnya? Sebelum menuju pada kesimpulan sebagai jawabannya, perlu anda menyimak penjelasan berikut:
Ketika sebiji padi/gabah dimasukkan ke dalam alat penggilingan (Selepan), hampir bisa dipastikan atau belum tentu terkelupas kulit arinya sehingga menjadi beras, akan berbeda jika beberapa biji padi bahkan semakin banyak padi yang dimasukkan dan digiling, maka (hampir bisa dipastikan) kulit ari akan terkelupas dan menjadi beras. Jadi kesimpulannya adalah (faktor penyebab terkelupasnya kulit padi/gabah sehingga menjadi beras) gesekan satu padi dengan yang lainnya.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa betapa manusia akan terlihat kualitas (kemanusiaan)-nya manakala berinteraksi dengan sesama makhluk (ciptaan) Allah Swt. yang lainnya. Ada yang baik luar-dalam (lahir-batin; perbuatan dan hatinya), ada yang kelihatan (luar)-nya baik namun sebenarnya dalamnya tidak baik, ada yang dalamnya baik walau nampak dari luarannya kurang/tidak baik, bahkan ada yang tidak baik luar dan dalamnya. Ada kalanya manusia bertemu dan berinteraksi dengan manusia yang lain dia mau menyapa/berkomunikasi baik secara verbal maupun dengan isyarat tubuhnya, ada pula yang acuh tak acuh bahkan tidak jarang menyinggung/melukai perasaannya. Ada kalanya dia bertemu dan berinteraksi dengan lingkungan/alam sekitarnya maka dia memberikan manfaat bagi kelangsungan alam, namun ada pula yang mengotori dan merusaknya. Cerminan dari bentuk padi yang nampak jelas kualitasnya, seperti mutiara: di manapun ia berada maka nilai/kualitasnya kan tetap baik dan berharga karena citranya.
Semoga kita menjadi biji-biji beras yang kualitasnya baik, sehingga akan disuguhkan kepada Sang Maha Pencipta dalam keadaan baik pula karena kita berasal dari Sang Maha Baik dan akan kembali kepada-Nya. Aamiin